Al-Imâm asy-Syâfi’i rahimahullâh (wafat: 204-H) bersyair:
دَعِ الأَيَّامَ تَفْعَل مَا تَشَاءُ ** وَطِبْ نَفْساً إذَا حَكَمَ الْقَضَاءُ
“Biarkanlah hari demi hari berbuat sesukanya ** Tegarkan dan lapangkan jiwa tatkala takdir menjatuhkan ketentuan (setelah diawali dengan tekad dan usaha).”
وَلا تَجْزَعْ لِنَازِلَةِ اللَّيَالِـي ** فَمَا لِـحَوَادِثِ الدُّنْيَا بَقَاءُ
“Janganlah engkau terhenyak dengan musibah malam yang terjadi ** Karena musibah di dunia ini tak satu pun yang bertahan abadi (musibah tersebut pasti akan berakhir).”
وكُنْ رَجُلاً عَلَى الْأَهْوَالِ جَلْدًا ** وَشِيْمَتُكَ السَّمَاحَةُ وَالْوَفَاءُ
“(Maka) jadilah engkau lelaki sejati tatkala ketakutan menimpa ** Dengan akhlakmu; kelapangan dada, kesetiaan dan integritas.”
وإنْ كَثُرَتْ عُيُوْبُكَ فِيْ الْبَرَايَا ** وسَرّكَ أَنْ يَكُونَ لَها غِطَاءُ
“Betapapun aibmu bertebaran di mata makhluk ** Dan engkau ingin ada tirai yang menutupinya.”
تَسَتَّرْ بِالسَّخَاء فَكُلُّ عَيْبٍ ** يُغَطِّيْهِ كَمَا قِيْلَ السَّخَاءُ
“Maka tutupilah dengan tirai kedermawanan, karena segenap aib ** Akan tertutupi dengan apa yang disebut orang sebagai kedermawanan.”
وَلَا تُرِ لِلْأَعَادِيْ قَطُّ ذُلًّا ** فَإِنَّ شَمَاتَةَ الْأَعْدَا بَلَاءُ
“Jangan sedikitpun memperlihatkan kehinaan di hadapan musuh (orang-orang kafir) ** Itu akan menjadikan mereka merasa di atas kebenaran disebabkan berjayanya mereka, sungguh itulah malapetaka yang sebenarnya.”
وَلَا تَرْجُ السَّمَاحَةَ مِنْ بَخِيْلٍ ** فَما فِي النَّارِ لِلظْمآنِ مَاءُ
“Jangan pernah kau berharap pemberian dari Si Bakhil ** Karena pada api (Si Bakhil), tidak ada air bagi mereka yang haus.”
وَرِزْقُكَ لَيْسَ يُنْقِصُهُ التَأَنِّي ** وليسَ يزيدُ في الرزقِ العناءُ
“Rizkimu (telah terjamin dalam ketentuan Allâh), tidak akan berkurang hanya karena sifat tenang dan tidak tergesa-gesa (dalam mencarinya) ** Tidak pula rizkimu itu bertambah dengan ambisi dan keletihan dalam bekerja.”
وَلاَ حُزْنٌ يَدُومُ وَلاَ سُرورٌ ** ولاَ بؤسٌ عَلَيْكَ وَلاَ رَخَاءُ
“Tak ada kesedihan yang kekal, tak ada kebahagiaan yang abadi ** Tak ada kesengsaraan yang bertahan selamanya, pun demikian halnya dengan kemakmuran. (Beginilah keadaan hari demi hari, yang seharusnya mampu senantiasa memberikan kita harapan demi harapan dalam kehidupan)”
إذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ** فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ
“Manakala sifat Qanâ’ah senantiasa ada pada dirimu ** Maka antara engkau dan raja dunia, sama saja (artinya: orang yang qanâ’ah, senantiasa merasa cukup dengan apa yang diberikan Allâh untuknya, maka sejatinya dia seperti raja bahkan lebih merdeka dari seorang raja)
وَمَنْ نَزَلَتْ بِسَاحَتِهِ الْمَنَايَا ** فلا أرضٌ تقيهِ ولا سماءُ
“Siapapun yang dihampiri oleh janji kematian ** Maka tak ada bumi dan tak ada langit yang bisa melindunginya.”
وَأَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً وَلَكِنْ ** إذَا نَزَلَ الْقَضَا ضَاقَ الْفَضَاءُ
“Bumi Allâh itu teramat luas, namun ** Tatakala takdir (kematian) turun (menjemput), maka tempat manapun niscaya kan terasa sempit.”
دَعِ الأَيَّامَ تَغْدرُ كُلَّ حِينٍ ** فَمَا يُغْنِيْ عَنِ الْمَوْتِ الدَّوَاءُ
“Biarkanlah hari demi hari melakukan pengkhianatan setiap saat (artinya: jangan kuatir dengan kezaliman yang menimpamu) ** Toh, (pada akhirnya jika kezaliman tersebut sampai merenggut nyawa, maka ketahuilah bahwa) tak satu pun obat yang bisa menangkal kematian (artinya: mati di atas singgasana sebagai seorang raja dan mati di atas tanah sebagai orang yang terzalimi, sama-sama tidak ada obat penangkalnya).”
***
Dari kitab Dîwân al-Imâm asy-Syâfi’i hal. 10, Ta’lîq: Muhammad Ibrâhîm Salîm
Diterjemahkan oleh:
Jo Saputra “Abu Ziyan” Halim
(Semoga Allâh senantiasa memaafkannya)